INGUH "Jasri Communities"

PEACE, LOVE, FRIENDSHIP AND ALCOHOL!!!!


| Sepak Bola | | Komputer | | Artikel | | Wisata| | About Inguh|

Friday, October 13, 2006

Trix dan Flix, Maskot Euro 2008

Usai sudah pencarian nama maskot kembar kejuaraan Euro 2008. Pihak panitia menetapkan secara resmi nama Trix dan Flix untuk maskot tersebut.

Pemilihan nama Trix dan Flix ini merupakan pilihan dari lebih 67 ribu pecinta sepakbola di Austria dan Swiss. Nama tersebut menang tipis atas dua pasang kandidat nama lainnya, yaitu Flitz-Bitz dan Zagi-Zigi.

"Pengumuman ini seperti saat orang tua mengumumkan kelahiran anak mereka," ujar direktur turnamen Euro 2008 asal Swiss Christian Mutschler seperti dikutip situs resmi UEFA, Selasa (10/10/2006).

"Nama seorang anak belum tentu disukai semua orang. Namun kenyataannya nama tersebut dipilih oleh 67406 orang pendukung sepakbola di Austria dan Swiss. Hal itu menunjukkan nama tersebut sangat populer," lanjutnya.

Rencananya dua maskot ini akan diperkenalkan secara resmi, beserta nama mereka tentunya, saat laga persahabatan antara Austria dan Swiss di stadion Tivoli Neu, Inssbruck, Austria besok.

Figur maskot Euro 2008 ini sebenarnya sudah cukup lama beredar di publik. Dua figur tersebut diperkenalkan di Vienna 27 September lalu meskipun masih tanpa nama. Tim kreatif Warner Bros yang merancang tampilan maskot yang kini memiliki nama Trix dan Flix itu.

Keduanya mengenakan kostum sepakbola dengan warna yang berbeda, yaitu merah dan putih. Trix, maskot yang mengenakan kostum warna putih, kebagian nomor 20 di dadanya. Sementara Flix mengenakan kostum merah dengan nomor dada 08. Arti dari dua tokoh ini menurut pihak pembuat melambangkan tipikal serius, percaya diri, pemberontak serta kreatif.

Buruk Muka Liga Jangan DiBelah

BUNG!!!!
Program Panorama BBC membuka sisi korup persepakbolaan Inggris. Tuduhan dari program itu adalah adanya penggunaan uang pelicin atau bung dalam bahasa Inggrisnya untuk memuluskan jual beli pemain di Liga Utama Inggris.
Praktek semacam itu sebenarnya sudah lama dituduhkan kepada para agen pemain, manajer, asistennya maupun kadang pemandu bakat. Agen pemain dikatakan sering minta uang agar pemain yang mereka wakili dibeli oleh sebuah klub.
Tentu praktek ini dilarang. Tetapi seperti halnya praktek-praktek korup lainnya, susah sekali untuk mencari bukti bahwa ini terjadi. Apalagi kadang-kadang bentuk pelicin itu bukan uang tetapi hadiah seperti berlibur ke tempat-tempat yang mahal, sehingga susah untuk dilacak.
Sofistikasi uang pelicin makin lama makin canggih. Sejauh ingatan baru George Graham yang saat itu menjadi manajer Arsenal di awal tahun 1990-an yang terbukti menerima uang pelicin.
Apa yang terjadi di Inggris ini memang belum separah yang terjadi di Italia yang tindak korupsinya sudah sedemikian mengurat akar. Seperti kita ketahui, bahkan skor pertandingan pun bisa diatur Italia termasuk siapa yang memenangkan kompetisi. Inggris belum sejauh itu, tetapi tak kurang semua penggemar bola berteriak-teriak khawatir.
Ada semacam konsensus kesimpulan tak tertulis dikalangan penggemar sepakbola Inggris bahwa maraknya praktek-praktek yang menjurus ke korupsi bermula dengan dibentuknya Liga Utama (Premiership) Inggris tahun 1992. Inilah saat uang televisi bernilai milyaran poundsterling masuk ke klub-klub Inggris, saat sepakbola masuk dalam industri hiburan. Beredarnya banyak uang membuat semua kalangan yang terlibat dengan sepakbola menjadi hijau matanya.
Dunia pertelevisian tersadarkan bahwa sepakbola sebagai dunia industri hiburan, memungkinkan mereka menangguk keuntungan dari pemasukan iklan dan pelanggan saluran mereka.
Para industrialis besar melihat kesempatan besar untuk mendapat keuntungan dengan memiliki klub yang berlaga di liga utama. Pemasukan dari tiket pertandingan, hak siar, penjualan merchandise, menjadi bisnis yang menggiurkan. Semakin sukses klub yang mereka punya biasanya semakin besar pula keuntungan mereka.
Pemain juga bisa meningkatkan harga tawar mereka. Semakin bagus permainan mereka, semakin tinggi nilai mereka. Dan klub-klub akan berebut untuk mendapatkan mereka karena logikanya semakin bagus pemain yang mereka miliki semakin besar pula jaminan kesuksesannya. Yang berarti klub makin besar, makin banyak pendukungnya, dus keuntungan juga makin besar.
Tetapi ketiganya adalah wajah yang tampak langsung dalam industri persepakbolaan. Yang secara langsung terangkat oleh guyuran milyaran poundsterling. Merekalah pada dasarnya pemilik modal. Saluran televisi adalah pemilik akses jaringan. Sang industrialis dengan uang mereka, pemain dengan bakatnya.
Bagaimana dengan manajer, dengan pemandu bakat, dengan asisten manajer, dengan agen pemain, dengan sekian kalangan lain yang cukup dekat dengan guyuran uang itu tetapi tidak pernah benar-benar mempunyai akses langsung kesana.
Ini tidak kemudian mengatakan mereka kemudian akan berbuat curang, tetapi hidup adalah persoalan membaca peluang. Dan ketika moralitas dinisbikan ada saja cara untuk juga turut menikmati guyuran poundsterling tadi. Ketika akses terhadap melimpahnya uang tidak ada maka diciptakanlah akses itu.
Salah satunya adalah dengan bung alias uang pelicin tadi. Dengan uang pelicin, agen bisa menjual pemain yang menjadi kliennya, yang berarti ada pemasukan. Kalau beruntung pemain itu bersinar maka profilnya akan semakin tinggi dan harga jualnya akan makin tinggi. Agen juga akan naik pendapatannya karena persenan yang ia dapat dari penjualan pemain itu.
Yang diberi uang pelicin entah itu manajer, asisten manajer atau pemandu bakat akan mendapat pemasukan tambahan disamping gaji dari klub. Semuanya senang, semuanya mendapatkan keuntungan.
Apanya yang salah? Toh kalau liga utama Inggris dibentuk dengan dasar untuk mengeruk keuntungan, mengapa uang pelicin harus dilarang ketika semua pihak mendapat keuntungan? Jawabannya: ah... tak tahulah.