Ritual Khusus Pantai Gading
Wahhhh!!!
Sampai pada putaran kedua ini, raksasa-raksasa bola masih berjaya. Namun di balik itu, macan-macan Afrika juga tak bisa dipungkiri, terus mengintai. Kendati masih mengalami kesialan, kalah, tetapi tim-tim dari benua hitam itu telah menunjukkan kinerjanya yang luar biasa. Mereka masih bisa tampil sebagai kuda hitam yang bisa melahap kesebelasan mana saja.
Memang, laga keras dan menawan itu secara kasat-mata hanya dipandang sebagai keterampilan teknis menggocek bola. Tapi di balik itu, jangan kaget, ternyata ada urusan non-teknis yang lebih rumit dan bersifat abstrak, seperti yang dilakukan tim dari Pantai Gading kali ini. Menghadapi Belanda, para spiritualisnya akan "memandu" Didier Drogba dkk dengan cara mereka sendiri, melakukan ritual-ritual tertentu.
Air yang mereka bawa, menurut kepercayaan penduduk setempat, merupakan 'roh kehidupan' warga Pantai Gading. Air itu berasal dari sungai Bandama yang mengalir sepanjang 800 kilometer. Sungai ini berarus deras, dan untuk sampai ke satu wilayah harus melalui beberapa jeram yang curam dan sakral.
Dari sungai ini, saban hari, bala dan bahagia silih berganti. Musibah dan rasa suka selalu menyertai tiap perjalanan air yang mengalir sepanjang tahun itu. Sungai ini menjaga kesuburan negeri di Afrika Barat itu, tetapi sekaligus juga menebar bencana dari potensinya. Tidaklah mengejutkan jika sungai ini kemudian menjadi sungai mistis. Sungai yang diyakini airnya memberi pencerahan, mengubah darma seseorang, dan juga menyelamatkan sebuah kesebelasan yang nasibnya sedang ada di ujung tanduk? Adakah mujarab?
Kepercayaan adalah dogma. Dogma selalu melahirkan fanatisme sempit. Nyaris tak ada logika disini. Kepercayaan tak memberi ruang untuk dialog dan berdiskusi. Dia mutlak, dan menjadi radiks dari penalaran awal manusia dalam mendekatkan diri pada Yang menguasai dirinya di luar dirinya.
Kepercayaan macam ini dikenali sebagai bagian dari peradaban purba. Masa di mana manusia terputus dari 'aturan baik' (agama wahyu), mengakrabi alam, menyatukan diri, dan menangkap vibrasi alam sebagai tanda tentang sesuatu yang bakal terjadi di masa depan.
Hebatnya, di tengah akselerasi modernisasi, paham primitif ini justru muncul sebagai pesaing percepatan teknologi. Dia negator yang bisa menumbangkan realitas akal manusia.
Dari pandangan itu, maka, (maaf) jika ada kekuatan supranatural yang mungkin menjungkirbalikkan prediksi dan kenyataan, itu salah satunya adalah apa yang dilakukan tim dari negeri Pantai Gading ini. Soalnya, negeri yang mayoritas dihuni pemeluk animisme itu (63%) memang sedang menerapkan 'perlawanan purba' dalam menjinakkan modernitas permainan Belanda. Benarkah Tim Tulip bakal kalah?
Boleh percaya boleh tidak, Pantai Gading dalam laga melawan Belanda nanti malam menyiapkan ritual khusus. Beberapa spiritualis diterbangkan ke Jerman, membawa 'air suci' dari sungai Bandama, sungai mistis di Pantai Gading, untuk dijadikan campuran mandi para pemainnya. Adakah ritus ini mampu menumbangkan "Singa Oranye"?
Sampai pada putaran kedua ini, raksasa-raksasa bola masih berjaya. Namun di balik itu, macan-macan Afrika juga tak bisa dipungkiri, terus mengintai. Kendati masih mengalami kesialan, kalah, tetapi tim-tim dari benua hitam itu telah menunjukkan kinerjanya yang luar biasa. Mereka masih bisa tampil sebagai kuda hitam yang bisa melahap kesebelasan mana saja.
Memang, laga keras dan menawan itu secara kasat-mata hanya dipandang sebagai keterampilan teknis menggocek bola. Tapi di balik itu, jangan kaget, ternyata ada urusan non-teknis yang lebih rumit dan bersifat abstrak, seperti yang dilakukan tim dari Pantai Gading kali ini. Menghadapi Belanda, para spiritualisnya akan "memandu" Didier Drogba dkk dengan cara mereka sendiri, melakukan ritual-ritual tertentu.
Air yang mereka bawa, menurut kepercayaan penduduk setempat, merupakan 'roh kehidupan' warga Pantai Gading. Air itu berasal dari sungai Bandama yang mengalir sepanjang 800 kilometer. Sungai ini berarus deras, dan untuk sampai ke satu wilayah harus melalui beberapa jeram yang curam dan sakral.
Dari sungai ini, saban hari, bala dan bahagia silih berganti. Musibah dan rasa suka selalu menyertai tiap perjalanan air yang mengalir sepanjang tahun itu. Sungai ini menjaga kesuburan negeri di Afrika Barat itu, tetapi sekaligus juga menebar bencana dari potensinya. Tidaklah mengejutkan jika sungai ini kemudian menjadi sungai mistis. Sungai yang diyakini airnya memberi pencerahan, mengubah darma seseorang, dan juga menyelamatkan sebuah kesebelasan yang nasibnya sedang ada di ujung tanduk? Adakah mujarab?
Kepercayaan adalah dogma. Dogma selalu melahirkan fanatisme sempit. Nyaris tak ada logika disini. Kepercayaan tak memberi ruang untuk dialog dan berdiskusi. Dia mutlak, dan menjadi radiks dari penalaran awal manusia dalam mendekatkan diri pada Yang menguasai dirinya di luar dirinya.
Kepercayaan macam ini dikenali sebagai bagian dari peradaban purba. Masa di mana manusia terputus dari 'aturan baik' (agama wahyu), mengakrabi alam, menyatukan diri, dan menangkap vibrasi alam sebagai tanda tentang sesuatu yang bakal terjadi di masa depan.
Hebatnya, di tengah akselerasi modernisasi, paham primitif ini justru muncul sebagai pesaing percepatan teknologi. Dia negator yang bisa menumbangkan realitas akal manusia.
Dari pandangan itu, maka, (maaf) jika ada kekuatan supranatural yang mungkin menjungkirbalikkan prediksi dan kenyataan, itu salah satunya adalah apa yang dilakukan tim dari negeri Pantai Gading ini. Soalnya, negeri yang mayoritas dihuni pemeluk animisme itu (63%) memang sedang menerapkan 'perlawanan purba' dalam menjinakkan modernitas permainan Belanda. Benarkah Tim Tulip bakal kalah?
0 Comments:
Post a Comment
<< Home